infolinks

Minggu, 19 Juni 2011

Missed Ones in Early 2011 - Pt. 1

Tahun 2011 mungkin akan terus diingat, apalagi dengan peristiwa awal tahun-nya yang sangat mengagetkan para moviegoer bahkan semua orang yang suka nonton dan nunggu film-film baru muncul. Eits, hanya di Indonesia loh. Siapa sih yang nggak tahu masalah itu, film luar nggak bisa masuk Indonesia karena sekelumit masalah pajak yang sepertinya belum ditemukan jalan keluar yang bisa nguntungin dua pihak, yaitu pihak perpajakkan Indo sama MPAA. Yap, masalahnya kan emang langsung pada pihak MPAA, yang menjadi payung bagi enam penyalur film terbesar di Hollywood sana yang gemar menyodorkan banyak film bagus apalagi yang bernafas blockbuster.

Kadang suka sedih jadi masyarakat Indo, hmm, kadang udah nggak ngerti deh gimana cara menjalankan nasionalisme dan patriotisme (?). Oke keluar jalur kan. Meskipun nggak bisa nonton film-film luar yang paling ditunggu, tetep aja ada satu jalan pintas paling menyenangkan. Dvd bajakan dan download!! Hahaha, berikut lima film rilisan awal tahun 2011 yang pada akhirnya berhasil saya tonton. Masih ada banyak lagi sih, nanti saya posting-in sisanya. Lima dibawah ini termasuk film-film yang tergolong memuaskan/cukup bagus/keren, berikutnya akan saya post yang surprisingly bad.

THE ADJUSTMENT BUREAU
Director George Nolfi
Cast Matt Damon, Emily Blunt, Terence Stamp, Anthony Mackie
Distributor Universal Pictures
Genre Sci-Fi, Drama, Romance, Thriller
Release Date 4 March 2011 
Rate 3 out of 5
Mungkin Matt Damon belum bisa lepas dari bayang-bayang Bourne Trilogy-nya sehingga terlihat pasti mau banget menerima job membintangi film yang satu ini, The Adjustment Bureau. Diadaptasi dari cerita pendek berjudul The Adjustment Team, David Norris (Matt Damon) adalah politisi yg gagal mendapat kursi senator setelah dikalahkan rival kampanye-nya. Di saat-saat paska kekalahannya, secara tidak sengaja ia bertemu dgn seorang balerina bernama Elise (Emily Blunt). Di masa2 keduanya semakin dekat, hubungan mereka terancam oleh komplotan pria bertopi yang menganggap diri mereka sebagai agen takdir dan berusaha memisahkan David-Elise dgn alasan mereka keluar jalur dari takdir yang telah digariskan. Duduk di kursi sutradara, George Nolfi menjadikan The Adjustment Bureau sebagai debut karir penyutradaraannya yg pertama kali, setelah sebelumnya banyak menulis naskah u/ film-film sejenis seperti The Bourne Ultimatum dan Ocean's Twelve. Hmm, The Adjustment Bureau sendiri bukanlah sesuatu yg baru kalau dilihat sekilas. Kejar-kejaran, penguntit misterius, dll, mungkin hal yang sering dijumpai dalam film-film layaknya franchise Bourne dan Ocean's. Tapi melihat isi ceritanya sendiri, The Adjustment Bureau sedikit dibikin beda lewat pengembanan unsur sci-fi yang di-pak tidak berlebihan dan tetap "menghormati" banyak unsur lainnya seperti drama-romans itu sendiri. 

Menyinggung masalah George Nolfi yg menjadikan ini sebagai debut-nya, hasil adaptasi ini tergolong sebuah proyek yang berhasil mencapai garis kepuasan, tidak berarti sukses. Dengan mem-"blender" banyak genre ke dalamnya, semuanya berbaur dengan tidak berantakkan. Misalnya dari drama-romans yang selalu diberikan jatah tersendiri untuk mereka menikmati timingnya, lalu seketika disodorkan intens ketegangan lewat konflik antara agen takdir dan David Norris yang sebenernya pro-kontra, tidak ketinggalan lumayan banyaknya singgungan politik dan masalah kebimbangan dalam menentukkan tujuan hidup. Untung saja semuanya diatur dengan seimbang, walaupun kadang saya agak dikecewakan oleh minim-nya kejar-kejaran yang jarang muncul. The Adjustment Bureau sendiri masih memiliki banyak hal klise dimana-mana, contohnya fakta tiga tahun terpisahnya si David dan Elise. Agak ganjil loh dalam waktu sebegitu lama mereka nggak pernah ketemu sekalipun, okelah tau itu kota gede, tapi bukannya mereka suka pergi di jalur yang sama? Saya aja susah untuk nggak bisa "kebetulan ketemu" sama orang yang pernah ditemui. Hmm, selain itu, saya jg mendapati banyak hal yang harusnya bisa dilakukan para agen takdir untuk mencegah David, tapi nyatanya mereka nggak mampu, apalagi kalau disangkut-pautkan dengan ability yang mereka punya. So, kalau kata saya, film ini termasuk karya yang tergolong biasa. Nggak "wah", dan nggak "wooo". Oiya saya agak ngerasain sensasi Eagle Eye dicampur Butterfly Effect pas nonton The Adjustment Bureau!

LIMITLESS
Director Neil Burger
Cast Bradley Cooper, Abbie Cornish, Robert De Niro, Andrew Howard
Distributor Relativity Media
Genre Sci-Fi, Thriller
Release Date 8 March 2011 
Rate 2.5 out of 5
Setelah karirnya ngelonjak sejak Hangover-nya yang asli lucu tapi menurut saya orang-orang menanggapi agak berlebihan, Bradley Cooper sepertinya tambah naik lewat banyak film ber-script biasa tapi punya tingkat hiburan yang nggak terbantahkan. Kali ini di Limitless, lagi-lagi film yang jual muka tajamnya yang mencolok, Bradley Cooper memerankan seorang penulis yang sedang kelabakan dikejar deadline nulis. Tampang berantakan, hidup semrawut, sampai keadaan ekonomi yang terlihat cukup-cukupan jadi berubah drastis saat ia ketagihan mengkonsumsi NZT-48, sebuah "pil superhero" rujukan mantan adik-ipar nya yang bentuknya mini-bening. To the point aja, Limitless ngebosenin. Nggak berarti sampah, tapi alurnya sukses buat saya terobsesi untuk mendorong tubuh saya segera menggapai empuknya tempat tidur di sebelah ruangan tv. Premisnya sih menarik, berhasil buat saya penasaran dari awal tahun. Harapan saya tuh bisa melihat  tontonan yang saya kira sci-fi pinter, eh ternyata semua hal yang diceritakan terlalu ngasih fokus berat ke gimana karakter Bradley dari suffer-happy-struggle-dying. 

Saya sendiri tidak ngerti obat macam apa yang bisa ngubah pola pikir sampai pola hidup seseorang kayak di film ini, emang sih udah dijelasin, tapi tetep nggak logic aja gitu. Oke, namanya film,pasti fiksi, nggak logic, so buang aja akal pikir sehat kita bukan? Tapi anehnya udah tau Limitless sajian sci-fi yang didalamnya punya premis yang bener2 fantasi, tapi kenapa malah dilingkupin cerita yang ngarah ke arah problema kehidupan. Alhasil saya bertanya, "ini film mau nusuk arti penting dari kata humanis, ato mau semrawutin otak saya dengan misteri pil yang less-explained itu? Well, sekali lagi, nggak sampah kok. Tapi kalo disebut film pintar ya nggak bisa, kalo mau tepat anggap aja ini menghibur. Bradley, hmm, main cukup bagus. Ada karakter yang nggak penting disini, Robert DeNiro! Eits salah, karakternya sih nggak bisa dibilang nggak penting, tapi munculnya nama DeNiro sangatlah nggak penting. Hey, kenapa nggak kontrak aktor kelas C aja yang mungkin bisa lebih ngidupin karakter-nya DeNiro yang muncul kadang2 tsb. Hemat biaya dong! Aneh banget ngeliat nama DeNiro ikutan nampang di poster. Lagian nggak ngaruh kok sama arah cerita.  

HANNA
Director Joe Wright
Cast Saoirse Ronan, Eric Bana, Cate Blanchett, Tom Hallander
Distributor Focus Features
Genre Action, Crime, Thriller
Release Date 8 April 2011 
Rate 3.5 out of 5
Jarang rasanya untuk menemukan film bernyawa kuat di musim-musim awal tahun. Biasanya di masa caturwulan pertama dalam satu tahun, kebanyakan film yang beredar bisa dibilang sebagai penyejuk atau pemanasan untuk menunggu hadirnya film2 summer/blockbuster. Seperti yg saya bilang tadi, "jarang", berarti belum tentu "tidak ada". Nah, di tengah kejarangan tersebut, di tahun 2011 terhitung ada beberapa penyejuk yang saya maksud. Selain Source Code yang mengejutkan itu, ada Hanna yang rilis bulan April lalu. Bercerita mengenai Hanna (Saoirse Ronan), gadis tangguh yang hidup bersama sang "ayah", Eric Heller (Eric Bana) di tengah hutan terpencil daerah kutub. Hanna dilatih ayahnya sedari kecil layaknya militer, segala macam kekuatan fisik, otak, dan psikis disodori ayahnya untuk sesuatu yang pada dasarnya tidak terlalu dimengerti oleh Hanna hingga suatu saat ia dan sang ayah harus berpisah demi menjalani misi revenge pada musuh bebuyutan mereka, Marissa Wiegler (Cate Blanchett). Hmm, Joe Wright mungkin lebih terkenal dengan film2 melodrama-nya, misalnya Atonement yang turut dibintangi si "Hanna". Menilik track-record nya yang kelihatan lebih berfokus pada satu genre saja, Wright terbilang berhasil mengeksploitasi keberaniannya untuk tampil beda lewat Hanna ini. 

Dari awal sampai film berakhir, ada dua hal yang saya rasa memiliki similarity terhadap apa yang ditawarkan dalam film ini. Dengan karakternya yang "buta dunia", Hanna seakan mengingatkan saya terhadap film The Island thn 2005 lalu. Dan dengan sosok gadis tangguh yang dicap pada diri Hanna ini, sosok Hit-Girl lah yang pertama kali tercetus dalam pikiran saya. Sepertinya terlalu "munafik" bagi orang untuk berusaha menolak fakta adanya kesamaan antara dua karakter ini. Sebagai penyejuk di cawu awal tahun 2011, Hanna adalah suguhan yang menarik. Film ini beruntung memiliki isi yang di-pak sebegitu lengkap tanpa menimbulkan kesan berantakan. Pertama yang pasti penampilan ketiga tokoh sentral, ada Saoirse yang main gesit luar-dalam dan meyakinkan ketangguhannya lewat tatapan dingin menipunya tsb, ada juga Eric Bana yang hmm, yang walau tidak se-"pria" Hanna tapi tetap menaikkan tensi emosi dalam cerita, dan yang terakhir adalah Cate Blanchett beserta Tom Hallander sbg antagonis yg sukses membuat saya antipati. Unsur kedua yang menjadi kekuatan film ini adalah diaturnya shot demi shot kamera yang memiliki arti sendiri dari tiap adegannya, mungkin untuk menekankan detil kejujuran dari revenge dalam cerita. Semuanya berbaur jadi satu dengan rapi dan lebih mengesankan lewat scoring yang asik dan tidak se-seram ceritanya sendiri. Well, Hanna tergolong sebuah sajian yang forgettable dan tidak terlalu istimewa, terlihat dari naskah cerita yang tidak sedetil "pembantaian" teknik filmnya. But, dilihat dari pencapaian seorang Wright, Hanna rasanya boleh dijadikan salah satu film terbaik di cawu pertama tahun 2011.


DIARY OF A WIMPY KID:
RODRICK RULES
Director David Bowers
Cast Zachary Gordon, Devon Bostick, Robert Capron, Rachael Harris
Distributor 20th Century Fox
Genre Comedy
Release Date 25 March 2011 
Rate 3 out of 5
Setelah sukses dengan penghasilan yang nggak disangka sebelumnya, Diary of Wimpy Kid kembali lagi hanya berselang satu tahun dari rilisan film yang pertama. Dengan sub-title "Rodrick Rules" yang emang dari judul buku asli, film ini tetap menceritakan kehidupan belia Greg Heffley (Zachary Gordon). Kalo yang pertama ceritanya tentang gimana si Greg "menderita" di awal2 masa middle-school/smp, yang kedua ini tetep ngasih "penderitaan" ke dia lewat tingkah laku kakaknya yang jengkelin. Hmmm, saya sangat suka bukunya yang tidak susah2 tanpa hal rumit seperti kebanyakan novel standard yang sok tinggi. Cerita simple, guyonan2 kocak, sampai aksi heboh nan lebay Greg dkk yang divisualisasikan ke bentuk adapted movie book tergolong berhasil di tingkatannya. 

Agak bingung kenapa banyak kritikus2 pro diluar sana yang nganggep nih film ancur dan ruwet, pertanyaannya, ancur dimananya om?! Emang sih film pertama nggak konsisten mau ngasih jokes yang di beberapa scene banyak hal klise yang kayaknya mustahil aja gitu, ya namanya juga bo'ongan/fiksi atau lebih tepatnya pure hiburan. Saya bilang sih yang kedua ini lebih lucu, lengkap dengan karakter2 pelengkap yang nggak sekedar ramein, seperti si india Chirag yang berhasil buat saya kesel setengah mati. Bingung kalo mau cari kelemahannya, bukan maksud saya film ini sempurna, tapi agak maksa aja gitu kalo ngekritik film ini terlampau dalam. Oiya tapi saya makin nggak suka aja sama yang meranin Rodrick, kadang porsinya malah buat suasana agak hambar. Tetep lucu sih. Dan kalo mau bilang ngena ke saya sendiri, hmm, agak. Karena seperti saya bilang tadi, banyak hal klise di sana-sini yang pure fiksi (nggak tahu juga sih mungkin di amrik sana banyak terjadi). Dengan pendapatan yang menyenangkan bagi kedua filmnya, Diary of A Wimpy Kid punya potensi jadi franchise panjang yang sangat beda dilihat genre-nya. Kalo nggak salah novelnya berjumlah lima seri.


PAUL
Director Greg Mottola
Cast Seth Rogen, Simon Pegg, Nick Frost, Kristen Wiig
Distributor Universal Pictures
Genre Comedy, Adventure
Release Date 18 March 2011 
Rate 3 out of 5
Bicara Paul, pasti yang pertama tercetus di kepala adalah duo aktor yang membintanginya, siapa lagi kalo bukan Simon Pegg dan Nick Frost yang beken akan kolaborasi langganan mereka di beberapa film. Setelah Shaun of The Dead dan Hot Fuzz, dua orang ini main satu screen lagi dalam "komedi alien", Paul. Diceritakan Graeme Willy (Simon Pegg) dan Clive Gollings (Nick Frost) adalah dua sahabat dari Inggris yang sering liburan bersama. Terbang jauh dari kampung halaman ke Amerika untuk menghadiri Comic-Con (pameran komik akbar tahunan), sesosok alien bernama Paul terpaksa harus bergabung dgn RV mereka di tengah perjalanan malam yang mengejutkan. Perjalanan panjang penuh kejutan pun mau tidak mau harus mereka jalani demi menyelamatkan Paul dari bahaya misterius yang tengah mengejarnya, lengkap dengan kawan2 baru yg mereka bertiga temui di tengah perjalanan. Yang menjadi faktor bagi saya untuk mau cepet2 nonton Paul adalah nama-nama yang menghiasi jajaran pemain didalamnya. Hmm, sebut aja Pegg-Frost, Kristen Wiig, Blythe Danner, Jason Bateman, Jane Lynch, dll. Agak kaget awalnya liat nama-nama kayak mereka main bareng, jarang aja rasanya isinya bagus semua dan saya kenali untuk film yang bisa dibilang pemasarannya nggak kerasa heboh. Sayang sekali setelah nonton, bahkan pas lagi nonton, ternyata Paul nggak lucu-lucu amat seperti yang banyak orang kira, termasuk saya. Nggak tahu apa mungkin saya ngarep-nya terlalu berlebihan, tapi tetap aja Paul tidak memberikan pengalaman ngakak yang memuaskan.  Padahal film udah diawali dgn lumayan baik, lewat opening datang-nya alien ke bumi yang  agak kontras sama suasana film seiring berjalannya waktu. Dari mikir bakal dapet tontonan komedi ala Pegg/Frost yang seperti sy bilang tadi, kelihatan beda dari awal, eh semuanya seakan surut kayak ombak ketika film sudah berjalan sekitar setengah jam. Ada beberapa momen, bahkan lumayan banyak, yang mau dibuat lucu tapi sayangnya jadi canggung. Soo, kalo mau dihitung, saya lebih banyak ngeluarin senyum dibanding ngakak. 

Tapi Paul tidak jatuh gitu aja berkat adanya beberapa aktor yang sangat membantu meningkatkan tingkat kelucuan film ini. Dan yang paling ngundang perhatian tentu saja karakter-nya Kristen Wiig, yang digambarkan sbg "bible freak" tapi tergoyahkan imannya karena dipengaruhi Paul dan duo Pegg-Frost. Karakter Wiig ini mungkin agak nyindir orang-orang yang nggak bisa berdiri sendiri, yang gampang berubah tanpa peduli akibat dan nggak bisa pegang omongan sendiri (pesan ini lebih ditekankan di ending pas tepatnya omongan Paul "be yourself, speak to your heart"). Justru kalo boleh ngomong, Wiig tampil lebih lucu dibanding Pegg-Frost. Oiya hampir lupa, ada juga Seth Rogen sbg pengisi suara Paul, suaranya sih hmm, menurut saya mengomentari sebuah "suara" sepertinya agak nggak penting. Jane Lynch yang numpang lewat sampai cameo si bos misterius yg nggak saya duga turut memberikan momen unik tersendiri. Once again, bukannya jayus, tapi masih banyak kekurangan disana-sini yang menyebar dalam sebuah "Paul" (oiya banyaknya F-bomb saya rasa sedikit memberi kharisma lawak bagi film).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar