infolinks

Rabu, 01 Juni 2011

[Review] SOURCE CODE (2011)

"Make every second count."
Director :
Duncan Jones

Cast :
Jake Gyllenhaal
Michelle Monaghan
Vera Farmiga
Jeffrey Wright
Michael Arden

Distributor :
Summit Entertainment

Genre :
Thriller, Sci-Fi








Ada dua pertanyaan yang bagi saya bisa menjadi titik temu terbentuknya jalinan cerita film terbaik tahun ini, so far. Yang pertama, apa yang akan kau lakukan apabila tiba-tiba terbangun dari tidur, menguap sebentar, lalu mendapati tubuh anda berubah bentuk atau lebih tepatnya anda berada di tubuh orang lain? Bingung pastinya. Pertanyaan di samping adalah awal dari dimulainya durasi film Source Code yang saya bahas kali ini. Pertanyaan kedua, apa yang akan kau lakukan dalam waktu satu menit apabila hanya semenit itulah sisa hidup anda? Pertanyaan yang depresif. Dan ya, pertanyaan kedua di samping merupakan akhir atau bisa dibilang konklusi dari film ini, dan saya kutip dari dialog di penghujung film. Dua pertanyaan di samping juga merupakan petunjuk dari apa itu Source Code, apa isi cerita dari film fiksi ilmiah yang satu ini.

Source Code merupakan karya dari seorang Duncan Jones, sineas yang saya ketahui keberadaannya di muka bumi ini karena Source Code. Walaupun dua tahun lalu namanya disanjung-sanjung lewat debut filmnya yang berjudul Moon, tapi apa mau dikata saya juga belum nonton film itu dan baru tau namanya karena film ini. Dan meskipun lewat Moon seorang Duncan Jones berhasil menyandang predikat pemenang BAFTA, ya tetap saja saya baru mengetahui namanya sekarang. Apakah omongan saya di samping adalah basa-basi? Tidak. Akan saya jelaskan nanti apa maksud saya. Seperti yang saya telah katakan, Source Code adalah film terbaik yang saya telah nonton tahun ini. Walaupun masih banyak film-film lain yang saya lihat di internet mendapat kritikan bagus, ya apa mau dikata semua film tersebut nggak bisa masuk negara Indonesia yang makin lama makin mundur ini, berkembang nggak maju juga nggak. Jadi agak bersyukur dengan Source Code yang hadir di tengah 'padang gurun' yang sangat gersang, nggak gersang sih, ada beberapa 'kaktus' di bioskop tanah air hahahaha. Praise Summit Ent.!! Oiya kenapa terbaik? Karena......
Colter Stevens (Jake Gyllenhal) tiba-tiba terbangun dari tidurnya dan eits.....dia menyadari dia berada di tempat yang berbeda dari lokasi sebelum ia tidur. Duduk dikursi kereta yang sedang melaju kencang. Dan sesaat setelah terbangun ada seorang wanita bernama Christina Warren (Michelle Monaghan) yang seketika mengajak Colter ngobrol. Siapa dia? Tentu Colter tidak mengenalinya, sungguh situasi yang mengagetkan. Dan di tengah perbincangan Christina dan kebingungan Colter, wanita tersebut menyebut diri Colter dengan nama lain, Sean Fentress. Nama yang salah, atau ada sesuatu yang tidak disadari Colter? Dan keadaan semakin memperumit seorang Colter saat dirinya memandangi kaca. Colter tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dan mengapa dirinya berada di tubuh orang lain. Wanita cantik tersebut tetap memanggil Colter dengan nama Sean, dan ternyata tubuh dimana jiwa Colter berada adalah milik seorang guru sejarah yang bernama Sean tersebut. Colter mempertanyakan kebingunannya pada Christina dan mengapa ia bisa berada di kereta tersebut, wanita itu tentu ikutan bingung dan merasa aneh.

Belum sempat mendapat penjelasan akurat yang bisa membantunya......BOOOOM!!! Kereta meledak. Mati? Credit title? End. Hahaha tentu tidak, sekelumit cerita disamping hanyalah kisah yang mengisi menit-menit pertama dari film ini. Sesaat setelah meledaknya kereta tersebut, Colter 'belum tewas'. Tiba-tiba saja tubuhnya lagi dan lagi berpindah tempat. Kali ini ia mendapati tubuhnya terikat di sebuah ruangan kecil, dan ada layar kecil berisi wanita bernama Colleen Goodwin (Vera Farmiga). Kebingungan dan kepanikan lagi-lagi menghinggapi diri Colter. Wanita yang terlihat seperti polisi tsb mengontrol diri Colter dalam program yang bernama source code yang kini sedang ditinggali Colter. Apa itu? Beberapa penjelasan diberikan Goodwin dan......tubuh Colter kembali di kereta yang seharusnya sudah meledak tadi dan berada di situasi dan timing yang sama tadi. Bingung? Nonton aja sendiri.
Seperti yang saya nyatakan di awal artikel tadi, Duncan Jones merupakan sineas yang namanya melejit lewat debut penyutradaraannya lewat film indienya, Moon. Mengapa saya pakai basa-basi dengan mengatakan walaupun dia mendapat banyak penghargaan ya saya tetap saja baru mengenalnya? Source Code merupakan filmnya yang kedua. Dan film pertamanya yang saya tonton. Berawal dari trailernya tahun lalu yang membuat saya penasaran sampai banyak tanggapan positif untuk film ini, dan setelah saya nonton dengan sangat telat di bulan Juni....whoa dengan yakin saya sangat menyukai film ini dan saya anggap Source Code adalah film yang sangat brillian dalam penceriteraannya. Oiya saya lupa mau menjelaskan basa-basi saya tadi. Mengapa saya melakukan basa-basi tersebut adalah karena saya mau menyangkut-pautkan seorang Duncan Jones dengan Nolan. Siapa sih yang nggak tahu Nolan? Seorang sutradara papan atas yang otaknya juga papan atas. Mengawali karirnya lewat Following diikuti Memento yang keduanya tidak terelakkan mengagumkan. Jarang-jarang ada orang seperti Nolan yang memiliki awal karir yang sangat gemilang dan hingga sekarang terus-terusan menawarkan beberapa karyanya yang sangat smart ke mata publik. Duncan Jones sama seperti Nolan, mengawali karirnya lewat Moon yang belum saya tonton tapi terbukti banyak disukai, ia meneruskannya dengan sebuah Source Code yang bagaikan Memento, sebuah sophomore yang berhasil menaikkan nama mereka berdua. Contoh lain adalah David Fincher yang mengeluarkan karya keduanya lewat Se7en yang juga keren. Sebuah sophomore kadang bisa menjadi sumber caci maki, tidak peduli seberapa bagus karya pertama dari orang itu. Sebut saja The Tourist yang....nggak banget.

Lewat Moon yang berharga $5juta, ia menaikkan budget Source Code menjadi $32juta. Budget yang terbilang kecil, terlihat dari Source Code yang tambil sebegitu sederhana. Tidak seperti sebuah blockbuster layaknya Inception (banyak orang yang mengaitkan Source Code dengan karya mutakhir Nolan itu) yang mematok harga sangat tinggi. Source Code lebih berpatok pada bagaimana inti cerita begitu juga jalannya bisa mengalir dengan lancar dan akan dimengerti penonton. Duncan Jones terlihat tidak mementingkan pemanis-pemanis film seperti visual efek dengan tidak terlalu boros memperlihatkan efek-efek canggih zaman sekarang. Tidak ada yang rumit dalam Source Code, semuanya diceritakan dengan lembut dan hangat lewat konflik pengeboman yang mau tidak mau harus dihadapi Colter. Duncan seakan memperingatkan bahwa tidak selamanya sebuah fiksi ilmiah harus didominasi oleh suara kedebam-kedebum-dwar-dwar atau efek visualisasi yang enak dilihat. Jadi untuk oscar best visual effect mungkin nggak akan didapat hahaha. Walaupun begitu Source Code tetap menyuguhi adegan aksi dan efek yang tidak sampah kok, yang paling saya suka adalah saat Christina dan Colter berhadapan dan kereta meledak dengan efek slow-motionnya. Simple but intense. Source Code adalah sci-fi yang sangat hangat dan kalem. Walaupun memang inti ceritanya adalah sebuah misteri, bagaimana seorang Colter harus menemukan dimana bomb kereta dan siapa pelakunya, Source Code lebih memilih untuk memainkan emosi penonton pada karakter utamanya. Saya pun ikutan emosional dengan melihat sisi kejiwaan Colter Stevens yang menyedihkan dan teramat menyentuh saya. Coba bayangkan kalau ada orang yang mengatakan kau sudah mati, kau berada di dalam sebuah program dunia lain yang terlihat bohongan tapi ternyata memang asli, atau kau sedang menjadi kelinci percobaan sebuah misi yang kau sendiri tidak mengerti? Itulah apa yang dipertanyakan Colter di dalam dirinya. Pendekatan erat pada karakter utama, Colter, sungguh sebuah nilai lebih dan membuat film ini tampil dengan tambahan tonjolan sisi humanis. Di samping kondisi otak penonton yang terus-terusan mempertanyakan apa itu 'source code' atau siapa pelaku pengeboman, kita tetap diharuskan prihatin pada sisi dilematis seorang Colter.

Dikutip dari dialog, "This is not time travel. This is time re-assignment". Ya, Source Code tidak bercerita mengenai penjelajahan waktu. Apa itu time reassignement? Apa ya susah juga jelasinnya. Kalo menurut saya, saya pakai contoh yang satu ini. Kalo ulangan (bagi yang masih sekolah pasti ngerti) dan dapet nilai jelek, misalnya dibawah standar nilai biasanya ada guru yang ngasih remedial. Misalnya nih remedialnya besok, nah malamnya pasti kita belajar kan? Belajar atau ngefal ulang materi agar lebih mengerti. Besoknya remedial/perbaikan, lalu pasti kita akan mendapat nilai yang berbeda yang tentu mengubah nilai dan wawasan kita akan apa yang dibahas dalam ulangan tersebut. Itulah penjelajahan waktu. Di film-film lain, menjelajah waktu pasti mengirim seseorang ke masa lalu atau masa depan. Lalu di waktu tempat orang itu dikirim, pasti dia melakukan sesuatu, yang dalam contoh remedial tadi saya ibaratkan sebagai 'belajar', dan apa yang kita lakukan itu pasti merubah apa yang terjadi di present day. Lalu kalau time re-asignment? Kadang ada ulangan yang gurunya nggak mau ngasih remedial/perbaikan kan, tapi mungkin dia hanya membahas ulang kepada murid-muridnya agar kita bisa lebih mengerti tapi nilai ya tetap segitu aja. Permisalan saya lewat masalah remedial di samping mungkin ada yang tidak setuju atau bahkan mungkin saya salah? Tapi saya menggunakan contoh itu untuk lebih mengerti, nggak tahu kenapa hal disamping seketika muncul saat dialog diatas timbul di layar bioskop. Ya pemikiran saya sendiri aja. Ada dialog lain, "It's the same train, but it's different.", yang semakin menjelaskan bahwa Colter berada di time re-assignment atau sebuah program, tidak peduli senyata apapun yang ada atau dirasakan benak Colter, tidak peduli senyata apapun sebuah kereta ataupun manusia yang berulang kali Colter lihat. Itu semua hanyalah program, atau bisa dibilang dunia lain, untuk membantu satuan unit keamanan di reality world untuk mengetahui siapa pelakunya.

Source Code memiliki ending yang agak depressing yang confusing. Entah kenapa saya lebih suka kalau film berakhir pas Colter dan Christina ciuman aja (waktu di alternate world berhenti), kayaknya lega aja, eh tiba-tiba film malah berlanjut. Kalau film dihentikan di momen itu, alhasil pemikiran orang jadi lebih asik layaknya setelah nonton ending Inception yang mengundang banyak pertanyaan seru. Meskipun begitu, saya tetap suka akhir Source Code yang happy ending dan nyaman aja melihatnya. Banyak yang sampai sekarang memperbincangkan ending dari film ini yang rada ngebingungin. Kalau pendapat pribadi saya sih, kayaknya sih jadi ada dua dunia gitu, reality world sama alternate world atau dunia paralel. Dunia paralel terbentuk karena Goodwin menekan tombol yang dia kira berfungsi untuk 'mematikan' kelinci percobaan mereka, Colter. Mungkin dia menekan karena memang itulah permintaan Colter untuk membunuhnya. Dan ternyata...Source Code yang awalnya hanya sebuah program berubah menjadi dunia paralel atau dunia lain. Tapi yang saya bingung adalah, kalau source code tidak bisa merubah apa yang terjadi, kok di ending film pengeboman malah berhasil digagalkan? Bukannya itu reality world? Atau malah itu sebenernya dunia source code/dunia paralel? Kalau ending film dimana Goodwin mendapati bom digagalkan adalah dunia paralel, kok dia dapet sms dari Colter? Bukannya kalau sama-sama di dunia paralel mereka seharusnya tidak saling mengenal. Hanya Tuhan yang tahu.
Talking point...
Formula yang dimiliki Source Code terlihat seperti adaptasi dari Memento dan Inception yang diminamilisir hingga terbentuk durasi satu setengah jam yang simple. Source Code membuktikan film sci-fi tidak membutuhkan visual menggelegar, cukup dengan dialog-dialog dan pendekatan karakter yang sederhana namun kuat dan lugas. Singkat kata, sejauh ini Source Code adalah film terbaik tahun 2011. Saya punya perasaan tahun depan bakal masuk top ten list saya.

Rate :
4.5 out of 5

1 komentar:

  1. Yang Dunia Nyata sudah terjadi ledakan di kereta , cuman yang digagalkan itu rencana Bom kedua , karena Van Putih udah disergap dari hasil Informasi Steven tadi sebelum meledakkan bom kedua , jadi masih Bener jalan ceritanya , hanya saja Waktu Source Code di nonaktifkan , Steven masih bisa mengirim email ke Goodwin kalau Source code memiliki Dunia Sendiri
    Dan mungkin Goodwin mau memakai itu alat untuk memperbaiki Pernikahan nya

    BalasHapus