infolinks

Rabu, 06 April 2011

[Review] WINTER'S BONE (2010)

"Never ask for what oughta be offered"
Director :
Debra Granik

Cast :
Jennifer Lawrence
John Hawkes
Lauren Sweetser
Isaiah Stone
Garret Dillahunt

Distributor :
Roadside Attractions

Genre :
Drama, Thriller









Film independen adalah sebuah golongan film yang memiliki proses produksi dan penyaluran film yang tidak sebesar dan seluas film-film blockbuster atau berasal dari distributor besar layaknya 20th Century Fox, dll. Film independen tidak jarang memiliki kualitas yang baik, karena pada dasarnya film independen tidak ditujukan sebagai hiburan semata seperti film-film besar lainnya. Walau tidak semua karya independen masuk ke dalam garis golongan film berkualitas, seringkali karya independen diperhitungkan dalam skala yang lebih tinggi, seperti festival internasional semisal Sundance. Bicara Sundance, festival film independen bergengsi yang diadakan di Ohio, AS, ini tiap tahun menampung dan mempertontonkan puluhan film kelas independen untuk diperhitungkan kiprah dan kualitasnya. Beberapa film yang diakui kualitasnya pun diberi sebuah penghargaan atau predikat tergantung genre masing-masing. Salah satunya adalah Winter's Bone. Diadaptasi dari novel karya Daniel Woodrell, film ini memenangkan dua penghargaan pada Sundance tahun lalu, salah satunya Grand Jury Prize: Dramatic Film. Disutradarai oleh Debra Granik (Down To The Bone, Snake Feed), sineas wanita ini turut juga menulis naskahnya bersama Anne Rosellini. Winter's Bone yang merupakan film panjang keduanya ini menjadikan Granik diakui kiprah dan kehandalannya sebagai salah satu sineas wanita menjanjikkan di tahun 2010, walau perjalanan karirnya tidak seheboh bahkan setenar Lisa Cholodenko--sutradara The Kids Are All Right yang akhir-akhir ini makin diperhitungkan karyanya.Ree Dolly (Jennifer Lawrence) hanyalah seorang gadis sederhana berusia 17 tahun. Tidak seperti kebanyakan wanita Amerika seusianya yang hidup berduit, Ree yang hidup di pedesaan harus menanggung banyak beban terutama mengurus dan menghidupi keluarganya. Ia hidup bersama ibunya yang depresif dan dua orang adiknya, Sonny (Isaiah Stone) dan Ashlee (Ashlee Thompson). Sang ayah, Jessup, telah lama pergi meninggalkan keluarganya, dan kini terbelenggu kasus yang disebabkan kedekatan dirinya dengan dunia narkoba. Keadaan mental sang ibu sehingga tidak bisa beraktivitas mengharuskan Ree untuk mencari makan dan memenuhi segala keperluan keluarga. Sedangkan dua orang adiknya yang masih dibawah umur, Sonny berumur 12 tahun dan Ashlee berumur 6 tahun, selalu hanya bisa berdiam diri di rumah menunggu kakaknya membawa makanan dan kadang menonton sang kakak menjalankan pekerjaan kerasnya. Tidak hanya itu beban yang harus Ree pikul, kini dirinya dihadapkan oleh kenyataan pahit saat dirinya didatangi seorang sheriff. Sheriff tersebut mengatakan bahwa sang ayah telah menghilang dan menjaminkan rumah dan tanah milik keluarga kepada hukum. Bila Jessup tidak muncul di hari pengadilan, terpaksa harta yang tersisa tersebut disita kepolisian. Ree pun sekuat tenaga berjuang untuk mencari keberadaan ayahnya tersebut lewat orang-orang yang selama ini dekat dengan sang ayah.Mungkin judul film ini memiliki sebuah makna mendalam dari apa yang dilakukan karakter utama dalam cerita, "Winter's Bone" pun dipersonifikasikan sebagai raga Ree yang menjejal keras dan dinginnya kehidupan di desa perbukitan dalam mencapai tujuan mempertahankan eksistensi diri dan ibu beserta kedua adiknya. Film kelas independen mungkin bisa memiliki kejatuhan apabila kualitasnya tak diakui sehingga tidak akan dipandang lebih banyak pasang mata. Namun beruntung bagi Winter's Bone, memenangkan dua pernghargaan di Sundance, keberhasilan kembali datang secara berantai lewat berbagai penghargaan yang menominasikannya. Puncak dari semua itu berujung pada dinominasikannya film ini ke dalam penghargaan film paling bergengsi di dunia, Academy Awards. Hal inilah yang mengundang rasa penasaran saya untuk ikut serta menikmati Winter's Bone, ya, setelah sekian lama susah payah ke sana-sini demi mendapat satu keping dvd film ini. Tidak sedikit yang dikagetkan oleh kemunculan film ini di jajaran nominasi Oscar, termasuk saya. Apa sih bagusnya film ini? Dengan durasi yang terbilang singkat, 100 menit, Winter's Bone pada awalnya pasti akan terasa berjalan sangat datar dan agak lambat. Apalagi didukung setting lokasi film yang sangat sepi dan agak kelam, penyampaian cerita terasa semakin datar. Tapi kalau sabar sedikit, kita akan masuk ke dalam suguhan misteri yang ternyata sangat menyentuh berkat bagaimana perjuangan tiada henti seorang Ree. Ree Dolly adalah jantung dari Winter's Bone. Selama 100 menit kita dipaksa untuk merasakan secara kuat apa yang dikatakan oleh hati nurani kita sendiri dengan melihat perjuangan Ree. Jennifer Lawrence (The Poker House, The Burning Plain), aktris muda yang sedang naik daun ini bermain dengan sangat sempurna. Ia bermain sangat alami sehingga sanggup menghidupkan plot dan suasana cerita yang seakan sepi ini. Posisi Jennifer di film ini sangat menggairahkan, eh, menggairahkan yang saya maksud adalah bagaimana Jennifer memerankan sebuah karakter yang bisa dibilang menyedihkan tapi secara total ia hidupkan sebagai karakter wanita kuat sehingga membuat hati nurani saya bergairah untuk berkata-kata. Ya, hati nurani penonton diajak untuk ikut mengeksplorisasi dalam-dalam karakter Ree ini. Jennifer sebagai pemerannya tampil meyakinkan, meyakinkan kita akan kekuatan dan keyakinan yang dimiliki Ree, bagaimana seorang belia dengan yakin dan berani untuk mencapai sebuah tujuan yang menentukan nasib diri dan orang terdekat. Jennifer memberikan nafas bagi Ree, begitu juga untuk filmnya sendiri. Ia sendiri yang mengkonstruksi dan membangun fondasi cerita, dan ia sendiri yang hidup di dalam bangunan cerita yang ia bentuk. Karakter Ree yang membuat film terasa mengharukan, seakan menggurui kita tentang kerasnya kehidupan. Aktris yang akan menghidupkan karakter Mistique dalam X-Men: First Class ini berhasil menyandang status peraih nominasi Oscar tahun ini, tidak lain tidak bukan berkat perannya di film ini. Kerasnya kehidupan di pinggiran secara halus ditekankan lewat banyak adegan, misalnya saat Ree mengajari kedua adiknya yang masih dibawah umur untuk berburu. Sebagai sutradara, Debra Granik harus diakui keberhasilannya dalam menggarap sebuah film adaptasi yang mengalir dengan gaya penceriteraan yang dingin. Lewat empat nominasi, walaupun tidak satupun berhasil dimenangkan, perlu diakui kualitas film independen ini. Winter's Bone seakan menekankan emansipasi wanita adalah hal yang patut diperhitungkan. Satu hal yang agak saya ragukan, adalah nama John Hawkes (Identity, American Gangster) yang ikut dinominasikan Oscar sebagai pemeran pendukung pria terbaik. Walaupun penampilannya menjanjikan dan membantu jalannya arus cerita, menurut saya dirinya terlalu overrated, layaknya Mark Ruffalo dalam The Kids Are All Right yang turut dinominasikan . Bukan karena porsi perannya yang sedikit dan kurang menonjol, saya tidak bisa menemukan 'sisi Oscar' dalam penampilannya. Ya, lagi-lagi harus back to the oscar, Andrew Garfield terbukti lebih layak daripada dua orang ini, hmm, what a snub!!
Talking point...
Membaurkan drama-thriller dan misteri, film ini berjalan secara sempurna berkat naskah yang kuat dan seluk beluk perjuangan Ree. Ketangguhan Jennifer Lawrence adalah jantung dan hati dari Winter's Bone. Bahkan, kisahnya terbilang lebih kuat dan inspiratif dibanding kompetitor Oscar yang meraih Best Picture, The King's Speech.

Rate :
4 out of 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar